Bejaten-Net26.id – Kata “Jamuniro” merupakan akronim dari Jamaah muji lan niru Rasulullah saw. Semula dinaamakan Jamuro, Jamaah Muji Rasullullah saw. namun, diluruskan oleh KHA Mustofa Bisri (Gus Mus) dengan tambahan kata “niru”.(dalam bahasa indonesia berarti meniru)
Didirikan pada tanggal 20 September 2014 oleh KH Adib Zen, Jamuniro menjadi majelis yang kini berkembang dan digerakkan oleh kalangan muda desa Bejaten. Setiap selapanan Minggu/pahing, kegiatan salawat dan mauidhah menjadi rutin dilaksanakan.
Sebagai jamaah yang cinta kepada Rasulullah saw, minimal dengan bacaan salawat, sudah sepatut tidak sebatas pada ucapan dan lantunan lisan saja. Bentuk cinta harus diwujudkan ke dalam bentuk yang lebih nyata ke dalam kehidupan sehari-hari.
Pada mula, penghormatan akhlaqiah yang dituntun adalah mengikuti ajaran-ajaran dan perintah agama Islam. Menghormati para ulama dan kiai yang telah mentranspormasikan ke masyarakat dan para murid. Di samping, penghormatan kepada para zuriah Rasulullah saw yang terlembaga ke dalam wadah para habaib. Habaib merupakan bentuk jamak dari kata “habib” yang berarti orang yang dicintai. Mereka sebagai anak keturunan Kanjeng Rasulullah saw memang selayak menempati posisi terhormat.
Namun demikian, peran dan posisi sebagai habaib bukan posisi yang menggembirakan. Malahan, bukan suatu kebanggaan, jika tidak mampu menjaga akhlak selayak Rasulullah saw. Sebagaimana diutarakan oleh Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan; menjadi seorang habib itu sangat berat.
Demikian, antara pecinta dan yang dicinta memiliki dilematika tersendiri.
Para Habaib di era kekinian, di samping para ulama, merupakan representasi dari Rasulullah saw. sebagaimana hadis, “al-ulama warasatul anbiya”. Ulama adalah pewaris para nabi. Hal ini bisa diartikan seorang ulama harus mewarisi keilmuan dan perilaku para nabi, terutama Rasulullah saw.
Di dalam proses mencinta dan dicinta, sebagaimana diungkapkan oleh Gus Mus kemudian, akan menghadapi batu-batu ujian. “Jika ada di antara habaib yang hidupnya menyalahi adat, anggap saja sebagai ujian bagi kita dalam mencintai Rasulullah saw dan anak-anak cucunya,” ujarnya.
Dalam fenomena kehidupan, setiap manusia akan mengalami pasang surut, baik dari segi materi maupun immateri. Namun, tidak semua orang mengerti akan hal ini. Sebab-sebab dari pasang surut ini menjadikan manusia sering lupa akan dirinya. Agar tidak lupa dan terlena, maka majelis zikir menjadi media yang paling cocok untuk menjawabnya.