Meskipun, hadis ini hanya sampai pada Umar bin Khattab, tidak sampai kepada Nabi saw, tapi sangat populer di masyarakat muslim dunia.
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الشَّامِ أَنْ عَلِّمُوا أَوْلادَكُمُ السِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ وَالْفُرُوسِيَّةَ
Sungguh Umar bin Al Khattab telah menulis (surat) kepada penduduk Syam: “Ajarilah anak anak kalian dengan berenang, memanah, dan menunggang kuda.”
Hadis tersebut masuk kategori mauquf karena tidak sampai kepada Rasulullah saw. Namun , ada terdapat pembenaran makna yang terkandung di dalamnya yang diperkuat oleh hadis hadis sahih lainnya, mengenai “ketangkasan”. Artinya, tidak ada larangan untuk melatih ketangkasan.
Hadis yang tercantum di dalam kitab Umal fi Sunan al Aqwal wa al Af’al karya Alauddin Ali bin Hisamuddin Al Hind dan kitab Jami al Ahadits karya Imam Al Suyuthi tersebut, sedikit banyak menganjurkan agar umat Islam secara fisik tidak lemah. Maka, dianjurkan untuk melatih ketangkasan. Mengingat, ketangkasan pada zaman dahulu masih menggunakan kuda, busur panah, dan berenang. Berbeda dengan saat ini dengan bermacam macam peralatan dan jenis jenisnya.
Tentang makna ketangkasan ini, tentu memerlukan pembahasan yang panjang. Berbeda dengan kekerasan yang akan berakibat fatal, apalagi dengan menghilangkan nyawa seseorang. Sangat dilarang.
Di dalam Islam dilarang untuk melakukan kekerasan sebagaimana hadis Rasulullah saw berikut;
عن عائشة رضي الله عنها مرفوعاً: «ما ضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم شيئا قَطُّ بيده، ولا امرأة ولا خادما، إلا أن يجاهد في سبيل الله، وما نيِل منه شيء قَطُّ فينتقم من صاحبه، إلا أن ينتهك شيء من محارم الله تعالى، فينتقم لله تعالى».
[صحيح] – [رواه مسلم]
Dari Aisyah ra secara marfu, Rasulullah saw tidak pernah memukul apapun dengan tangannya. Ia juga tidak pernah memukul istri istri dan pelayannya, kecuali apabila beliau berjihad di jalan Allah. Ketika disakiti, ia sama sekali tidak pernah membalas orang yang menyakitinya, kecuali bila ada larangan Allah Taala yang telah dilanggar, maka beliau membalas karena Allah Taala. (Riwayat Muslim). (Redaksi).
Kewaspadaan Bagi Umat Islam
Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo bukanlah pesantren kemarin sore. Pondok ini terhitung sudah tua dan salah satu yang terbesar di Indonesia. Cabang cabangnya mulai tersebar di seantero Indonesia. Tentu, berjasa besar juga pada Indonesia, bahkan dunia. Sistem pendidikannya bagus, penuh disiplin dan memiliki integritas tinggi. Jika sekarang terjadi kekerasan dan membawa maut, itu hendaknya jangan sampai merusak nama baik pesantren ini. Setitik nila jangan sampai merusak susu sebelanga.
Inilah ujian dan cobaan bagi dunia pesantren secara umum, dan Gontor secara khusus. Saatnya pesantren berbenah. Lakukan muhasabah dan kritik diri. Semua saran dan masukan dari luar hendaknya diterima dengan lapang dada. Yang penting, cari akar masalah kekerasan di Ponpes legendaris tersebut, dan ambil solusi permanen yang dapat mencegah kekerasan tersebut tidak terulang kembali.
Sekarang ini, para pengelola pesantren hendaknya bersikap waspada, jangan sampai ada penyusupan ke dalam pesantren dari pihak musuh musuh Islam. Ada indikasi kuat bahwa pondok pondok pesantren mau dihabisi. Oleh siapa? Tentunya, oleh musuh Islam yang kita tidak tahu siapa dan di mana. Caranya beragam, dan hal itu sangatlah mudah mereka lakukan.
Targetnya memang menghabisi Islam di Indonesia, dan ini rencana yang sudah sangat lama. Sejak zaman Kolonialisme Belanda. Sebab, pesantren adalah benteng paling kuat dalam membela dan mempertahankan NKRI. Dari rahim pesantren lahirlah santri santri nasionalis yang hebat dan tangguh. Bukan sekadar alim dan berilmu, tapi juga peka akan kondisi tanah airnya.
Kepada Bapak Menteri Agama RI, kita menghimbau agar tidak mencabut izin dan legalitas Ponpes Modern Gontor. Buang setitik nila yang ada di dalamnya, tapi jangan rusak susunya yang sebelanga. Semua pesantren di negeri kita, kecuali yang berakidah Wahabi-Salafi adalah susu susu dan madu madu yang akan sangat bermanfaat bagi kita. Hendaknya Pak Menteri tidak gegabah dan terprovokasi oleh pihak mana pun. Saya bukan alumni Gontor. Saya alumni Ponpes Madrasatul Quran (MQ) Tebuireng, Jombang, di bawah asuhan Almarhum Hadratussyekh KHM Yusuf Masyhar Rahimahullah yang kami yakini beliau seorang waliyullah (kekasih Allah).
Saya yakin Ponpes Modern Gontor berakidah Ahlussunnah Waljama’ah, bukan berakidah Wahabi-Salafi yang di Arab Saudi sendiri sekarang sudah dibuang karena tidak sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Gontor adalah aset besar umat Islam, karena itu harus dipertahankan dengan perbaikan secara terus menerus dan berkelanjutan.
Tak ada kemajuan tanpa ujian dan cobaan. Begitu pula pondok pondok pesantren di Indonesia secara umum. Saatnya, sekarang, ada wadah atau forum persatuan pondok pesantren seluruh Indonesia. Pesantren pesantren Wahabi-Salafi boleh ikut di dalam forum ini asalkan mereka mau melepas akidah Wahhabiyah-nya secara lahir dan batin. Jika tidak, maka harus terus disadarkan agar kelak mau menjadi pengikut akidah Ahlussunnah Waljama’ah dan membela NKRI.
Kasus kekerasaan bisa terjadi di mana saja. Umat Islam hendaknya tidak menganggap pesantren sebagai lembaga paramalaikat yang suci dan maksum. Tidak! Anggapan demikian itu berlebihan. Parakiai dan parasantri adalah manusia manusia biasa, bisa salah, bisa khilaf, dan bisa lupa. Tugas kita bersama membenahi dengan cara yang bijaksana agar Islam di negeri ini bisa lestari. Bukankah ancaman global benar benar di depan mata? Bukankah musuh musuh Islam dan kapitalisme semakin giat dan kuat? Potensi kekuatan apa pun yang ada hendaknya kita pertahankan, termasuk kekuatan yang bersumber dari pondok pesantren di seluruh Indonesia. Wallaahu a’lam bisshawab.