Kedinastian Hadarat Al Islam terus berkembang di berbagai penjuru dunia sejak masa Muawiyah bin Abi Sofyan di Damaskus yang untuk pertama kali mengadopsi sistem kekaisaran Romawi dan Bizantium. Disusul kemudian oleh Dinasti Abbasiyah (dan seterusnya) hingga masa Dinasti suku-bangsa Turki Al Usmaniyah..
Fase-fase yang panjang ini, model pemerintahan yang didukung oleh sebuah lembaga senat atau dewan republik (parlementer) tidak ada. Otorisasi kultural lebih banyak diambil oleh kalangan imamah dan ulama-ulama yang hidup mandiri, terlepas dari struktur pemerintahan. Mereka mendirikan lembaga-lembaga pendidikan sendiri di luar istana. Lembaga-lembaga tersebut menjadi basis pendidikan dan tidak sedikit yang bergerak di lapangan politik dan mengambil alih kekuasaan pemerintahan.
Dinasti Alawiyah (1631 Masehi hingga Sekarang)
Maroko menjadi posisi strategis di wilayah Laut Tengah (Mediterania) karena berhadapan langsung dengan Samudera Atlantik. Jarak yang terlalu dekat dengan Spanyol juga memungkinkan terus terjadi perebutan kekuasaan wilayah antara suku-suku-bangsa Barrber dan Eropa. Sehingga Reconquista (Perang Salib) pertama yang terjadi di Covadunga, Spanyol, tidak menjadi penting jika ditarik lagi jauh ke belakang.
Apalagi lakon Pelayo yang legendaris merupakan raja yang bersemayam di pegunungan tidak merepresentasikan simbol-simbol perlawanan agama, kecuali penolakan pajak (jizyah) yang tinggi.
Suku-bangsa yang mendiami Maghrib terdiri dari persilangan suku-suku-bangsa Barber (Amazighs) yang beragam, Arab, Iberian, Phoenicians, Yahudi Sephardik, dan suku-suku-bangsa Afrika sub-Sahara.
Persaingan Klasik
Dengan demikian, Maghrib dan Afrika Utara pada umumnya terintegrasi ke dalam kawasan perdagangan Mediterania oleh pedagang dan pemukim Phoenician di awal masa Klasik yang bermukim di Chellah, Lixus, dan Mogador. Mogador diduga telah dihuni oleh suku-bangsa Phoenician sejak abad ke-6 sebelum Masehi.
Keberadaan orang-orang suku-bangsa Phoenician di kawasan itu memberikan buktii: kawasan Maghrib sudah terlibat aktif dalam perdagangan yang berhubungan dengan Kekaisaran Romawi.
Di abad ke-5, setelah keruntuhan Kekaisaran Romawi, kawasan Maghrib jatuh ke tangan suku-suku-bangsa Vandal, Visigoth, dan Yunani-Bizantium dari Eropa. Dan, perlu menjadi catatan, kawasan pegunungan Maghrib tidak dapat ditaklukkan oleh parapendatang, kecuali menjadi milik istimewa suku-bangsa Barber.
Agama Kristen mulai dikenal di Maghrib pada abad ke-2 Masehi sehingga populer bagi penduduk perkotaan dan suku-suku-bangsa Barber.
Al Alawiyah dinisbatkan kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib.
Pada 1631, Syarif bin Ali, keturunan Sayidina Ali, menjadi penguasa di Tafilalt. Dan, puteranya, Maulay Al Rashid (1664–1672), berhasil menyatukan Maghrib.
Setelah Dinasti Al Idrisiyah runtuh, orang-orang Arab mulai kehilangan pengaruh di Maghrib sehingga suku-bangsa Barber mulai mengambil alih kekuasaan dan mencapai puncak keemasan setelah abad ke-11 Masehi. Kegemilangan suku-bangsa Arab khususnya di Afrika Utara karena faktor terlalu banyak suku-bangsa di Afrika sehingga ajaran agama melalui thariqah dan imamah dapat dengan mudah membangun kebudayaan dan pusat pemerintahan. Thariqah bagi kalangan Ahlussunah wal Jama’ah dan imamah bagi kalangan Syiah bisa dikatakan sebagai “shofware” bagi kerajaan-kerajaan yang tumbuh di Afrika Utara dan dunia muslim umumnya.
Dari Dinasti Murabithun, Dinasti Muwahidun, Dinasti Marin, kemudian akhirnya Saadi mengembangkan pengaruh di Maghrib melalui jalur keagamaan (thariqah dan imamah) tersebut.
Ketika Dinasti Saadi dari kalangan Alawi (atau disebut juga Ahlul Bait) berkuasa, Maghrib terus mengalami serangan bertubi-tubi dari Spanyol dan Turki Al Usmaniyah untuk memperebutkan wilayah Mediterranean. Dan, Marakesh adalah pelabuhan besar yang menjadi target.
Namun, Dinasti Alawi berhasil mempertahankan kekuasaan, dan semakin kaya dibanding sebelumnya, walaupun mereka kehilangan banyak wilayah.
Pada 1684, Alawi menginvasi Tangier. Pada 1672 hingga 1727, di bawah Ismail bin Sharif bersama suku-suku-bangsa Barber membentuk satu negara yang kokoh.
Di samping itu, Marakesh memiliki pengaruh yang semakin kuat dan menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan Amerika Serikat sebagai negara merdeka pada 1787.
Hubungan baik Marakesh dengan Amerika dilanjutkan dengan memberikan jaminan keamanan bagi kapal-kapal dagang Amerika. Sultan Muhammad III dari Marakesh menyatakan semua kapal dagang Amerika yang melintas di Atlantik Utara berada di bawah lindungannya.
Perjanjian persahabatan antara Amerika dan Marakesh menjadi yang tertua di Amerika dan tidak pernah lekang.
Jejak orang-orang suku-bangsa dari Marakesh (Maghrib) banyak tersebar di pulau Jawa sebagaimana makam-makam Syekh Maghribi, Maulay Maghrib, Maulay Ishaq, dan Syekh Makhdum.
Hubungan baik Indonesia dan Kerajaan Maroko sekarang ditandai dengan setiap warga Indonesia yang berkunjung dibebaskan visanya.