Dualitas kepemimpinan (ulama-umara atau imamah-imarah) muncul setelah peristiwa Tahkim (rekonsiliasi) antara pihak Sayidina Ali bin Abi Thalib dan pihak Muawiyah bin Abi Sofyan. Dari hasil Tahkim tersebut, meskipun dimenangkan secara politis oleh Muawiyah, namun telah menyelesaikan persoalan umat secara keseluruhan. Muawiyah mengambil jalan politik (imarah) sementara Sayidina Ali mengambil jalan imamah (thariqah). Kendati pada akhirnya memunculkan ketidakpuasan sehingga akhirnya Sayidina Ali wafat terbunuh tatkala sedang menunaikan sholat Subuh.
Gerakan imamah-thariqah Sayidina Ali ini kemudian memunculkan satu kelompok fanatis bernama Syiah yang menjadi landasan gerakan Dinasti Buwaihiyah pascaterbunuhnya Sayidina Husein bin Ali. Kelompok ini mengangkat Sayidina Ali sebagai imam pertama, kemudian disusul oleh Imam Hasan bin Ali dan Imam Husein bin Ali. Clear!
Dinasti Seljuk (956-1258 Masehi)
Setelah menguraikan sedikit keterangan tentang Dinasti Buwaihiyah, maka muncul pula Dinasti Seljuk.
Jika Dinasti Buwaihiyah merangsek masuk ke dalam sistem pemerintahan Bani Abbasiyah, maka Dinasti Seljuk muncul menggantikan posisi Dinasti Buwaihiyah tersebut setelahnya hingga akhirnya dikalahkan oleh Hulagu pada 1258 Masehi.
Tidak semua pengikut Imam Ali bin Abi Thalib bersatu dalam gerakan Keimaman Syiah sebagaimana Dinasti Buwaihiyah. Ada pula pengikutnya yang membuat gerakan-gerakan thariqah dengan sebutan bermacam-macam sesuai klan dan suku-bangsa masing-masing. Tapi, pada intinya mereka mendaku sebagai Ahlul Bait yang tidak secara frontal pada kalangan imarah. Mereka mengakui Al Khulafa Al Rasyidun sebagai imamah dan imarah yang sah, berbeda dengan kalangan Syiah yang hanya mendaku Imam Ali saja sebagai pewaris imarah dan imamah Muhammad Saw. Posisi ini sangat sulit dijelaskan, jika tidak didukung oleh pengetahuan friksi-friksi politik keagamaan di kalangan umat Islam.
Dinasti Seljuk diawali dari pengembaraan Seljuk bin Tuqaq dari wilayah Asia Tengah.
Tokoh utama suku-bangsa Seljuk diambil dari nama Seljuk bin T/Duqaq (Seljuk Beg) yang memisahkan diri dari suku-bangsa besar Oghuz. Seljuk bin Duqaq membawa keluar keluarganya ke Syr Darya. Mereka memasuki kota-kota yang dikuasai oleh kaum muslimin sehingga pada abad ke-10, keluarga Seljuk mulai memeluk agama Islam.
Dinasti Seljuk termasuk rumpun suku-bangsa Turki dari wilayah Kirghiz, Turkistan. Dipimpin oleh Ghuzz/Ghezz, Dinasti Seljuk bermukim di kawasan Bukhara dan teguh memeluk thariqah Sunni.
Tughril Beg (990-1063 Masehi), cucu dari Seljuk bin Tuqaq, bersama saudaranya bertualang hingga Khurasan. Pada 1037 Masehi, Tughril Beg berhasil merebut Merv dan Naisabur dari kekuasaan Dinasti Ghaznawi, dilanjutkan sampai ke Balkh, Thabaristan, Jurjan, Hamadan, Khawarizm, Rayy, dan Isfahan.
Sebagaimana diceritakan, setelah Dinasti Buwaihiyah meninggalkan Baghdad karena percekcokan internal, maka Dinasti Seljuk kemudian menggantikan posisi tersebut sejak 1038 Masehi.
Kekaisaran Abbasiyah yang ditulis oleh sejarawan, sejatinya telah dikuasai oleh Dinasti Seljuk secara “de facto”. Maka, akhir dari Kekaisaran Abbasiyah dapat dikatakan pula sebagai Kekaisaran Seljuk Raya atau Kekaisaran Seljuk Agung yang menguasai wilayah Hindu Kush, Anatolia Timur, dari Asia Tengah hingga Teluk Persia. Tughril Seljuk yang memegang tampuk kekuasaan mendapat gelar “Sultan”.
Pada masa Kekaisaran Seljuk Agung, wilayahnya meliputi Anatolia hingga Punjab di Asia Selatan. Kekaisaran Seljuk merupakan penyokong utama Dinasti Ayyubiyah di Mesir ketika melawan koalisi negara-negara Eropa, Kekaisaran Bizantium, dan Inggris Raya.
Dinasti Seljuk tidak serta merta berdiri. Seljuk Beg pada 1027 Masehi berusaha mendirikan pemerintahan, namun tidak berhasil.
Baru pada 1063 Masehi, Tugril Beg berhasil merebut sebagian besar wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Fathimiyah.
Alp (Israel) Arslan (1063-1072 Masehi) adalah keponakan Tughril Beg yang memegang kekuasaan di wilayah Khurasan. Ia menjadi pimpinan Dinasti Seljuk dalam waktu yang singkat. Dalam waktu singkat tersebut, Tughril Beg berhasil merebut wilayah-wilayah Khatlan, Herat, dan Shighaniyan.
Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) yang berpusat di Konstantinopel (sekarang Istanbul) coba bergerak ke arah timur, namun berhasil dihalangi oleh Alp Arsalan yang berhasil menguasai Jand. Alp Arslan berhasil memukul mundur Bizantium dalam peperangan di Malazgird pada 1070 Masehi. Dalam pertempuran yang tak seimbang, Kekaisaran Bizantium menggelar 200.000 balatentara, sementara Alp Arsalan dengan dukungan 15.000 pasukan berhasil menawan Kaisar Bizantium.
Setelah berhasil menguasai Fars dan Kirman, Alp Arsalan disebut sebagai penyelamat kebudayaan Persia. Di Baghdad, ia membangun Madrasah Nizhamiyah yang terkenal pada 1064 Masehi. Dari madrasah ini muncul ilmuwan-ilmuwan agung pada zamannya. Bersama Madrasah Mustansiriyah, Madrasah Nizhamiyah menjadi pusat pengetahuan dunia di kota Baghdad.
Alp Arsalan juga berhasil mengurangi pengaruh Dinasti Fathimiyah di Timur Tengah. Ia merebut wilayah Halb, Mekah, dan Madinah.
Dinasti Seljuk adalah suku-bangsa pengembara (nomaden). Setelah berhasil mengambil alih sebagian pengaruh Dinasti Abbasiyah di Baghdad, Alp Arsalan bergerak menuju ke Timur. Pada ekspedisi tersebut, ia jatuh sakit dan wafat. Kemudian, dimakamkan di Rayy pada 1072 Masehi. Atas inisiatif Nizham Al Mulk, maka diangkatlah putera Alp Arsalan, Malik Al Syah sebagai pengganti.
Malik Al Syah (yang memerintah pada 1072 hingga 1092 Masehi) berhasil memperluas kekuasaan hingga di perbatasan China, Syria di Barat, hingga Yaman di Selatan.
Upaya perlawanan menentang Malik Al Syah muncul dari Altakin, penguasa Samarkand, yang menduduki Turmudzi. Kemudian, Qawurt bin Daud, paman Malik Al Syah, yang berkuasa di Kirman bergerak menuju Rayy. Berkat taktik pertahanan Nizham Al Mulk, upaya Qawurt tersebut gagal.
Pada 1086-1091 Masehi, Malik Al Syah berhasil menguasai Kota Baghdad. Ia terus meluaskan pengaruhnya hingga merebut Bukhara, Samarkand, dan wilayah-wilayah Uzbekistan dan Turkmenistan.
Pada mas pemerintahan Dinasti Seljuk ini, ilmu astronomi berkembang pesat sehingga lahir sebuah kalender yang dikenal dengan sebutan “Tarikh Tajalli”. Sebuah penyempurnaan kalender Persia.
Pada 1065-1067 Masehi, Nizham Al Mulk (1018-1092 Masehi) membangun perguruan tinggi yang dikenal dengan nama “Madrasah Nizhamiyah” di kota Baghdad. Salah seorang gurubesar yang terkenal pada saat itu adalah Imam Al Ghazali (wafat 1111 Masehi) dari Thus.