Dinasti Murabithun (1040-1147 Masehi)
Al Murabithun adalah sebutan yang dinisbatkan kepada suku-bangsa Barber yang berkuasa di Maroko. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah ibn Yasin pada abad ke-11. Wilayah kekuasaannya membentang dari Barat Maghrib hingga Andalusia. Ibukotanya adalah Marakesh, didirikan pada 1062 Masehi.
Hadarat Al Islam terus menyinari Bumi Afrika bagian Barat. Suku-bangsa Barber yang dipandang brutal dan penuh karut marut tumbuh dalam kesuburan budaya.
Kini, pohon rindang kebudayaan itu telah terkubur sejak ribuan tahun yang lalu. Anak-anak Benua Hitam itu menjadi suku-bangsa terjajah dan terasing. Mereka menjadi budak-budak di berbagai negara, terutama di Benua Amerika. Negro adalah sebutan yang menyakitkan bagi mereka.
Barber atau Barbar berasal dari kata “Barbarosa” adalah sebutan suku-bangsa Romawi bagi kalangan di luar lingkaran mereka. Suku-bangsa Romawi memandang mereka sebagai suku-bangsa liar, tak berbudaya.
Dr. Raghib as-Sirjani dalam karyanya “Qisshoh Al Andalusi min Al Fath ila Al Suquth” menceritakan; Yahya bin Ibrahim Al Judali bersama Abdullah bin Yasin berperan besar dalam mendirikan Dinasti Murabithun. Ia melakukan perjalanan ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menuntut ilmu. Sepulang dari Mekah, ia merangkul suku-suku-bangsa Shanhaja, Judalah, dan Lamtuni. Tiga suku-bangsa yang akhirnya menjadi basis pergerakan keagamaan dan cikal bakal Dinasti Murabithun dalam menata kehidupan sosial.
Setelah Yahya bin Ibrahim wafat, Abdullah bin Yasin menawarkan kepemimpinan kepada Jauhar Al Judali meskipun ditolak. Akhirnya, Abdullah bin Yasin menawarkan kembali dan diterima oleh Yahya bin Umar Al Lamtuni pada 1053 Masehi. Mereka mulai menapaki Utara Senegal hingga wilayah Selatan Moretania. Di wilayah selatan ini pula, Abdullah bin Yasin gugur dalam suatu peperangan melawan suku-bangsa Barghowatah, sekutu suku-bangsa Barber pada 1059 Masehi.
Meskipun Ajid Thohir dalam bukunya “Studi Kawasan Dunia Islam” menyebutkan karakteristik Afrika Utara secara etnografi sudah ter-Arab-kan, namun watak dasar suku-bangsa Barbar masih membekas kuat, seperti suku-bangsa Mesir yang masih mengagungkan Dinasti Firaun (Ptolemi) daripada suku-bangsa Arab. Kalaupun ada tersurat di dalam Al Quran-Firaun mendapat stigma negatif-tapi itu Firaun zaman Musa As. Hanya saja stigma otoritas keagamaan secara formal telah didominasi oleh bahasa dan budaya Arab.
Meskipun Ajid Thohir dalam bukunya “Studi Kawasan Dunia Islam” menyebutkan karakteristik Afrika Utara secara etnografi sudah ter-Arab-kan, namun watak dasar suku-bangsa Barber masih membekas kuat, seperti suku-bangsa Mesir yang masih mengagungkan Dinasti Firaun (Ptolemi) daripada suku-bangsa Arab. Kalaupun ada tersurat di dalam Al Quran-Firaun mendapat stigma negatif-tapi itu Firaun zaman Musa As. Hanya saja stigma otoritas keagamaan secara formal telah didominasi oleh bahasa dan budaya Arab.
Dinasti Al Murabithun mengalami masa keemasan ketika Yusuf bin Tasyfin (1061-1107 Masehi) berkuasa. Ia memperluas wilayah kekuasaannya hingga Maroko dan Andalusia. Ia membangun masjid-masjid, di samping ia juga mampu menjaga kesalehan-kesalehannya. Dengan demikian, kemajuan-kemajuan politik, ekonomi, dan keagamaan berkembang dengan pesat. Iapun mampu membangun hubungan antaragama dengan baik.
Namun, sejak kepemimpinan puteranya, Ali, kemunduran berjalan secara gradual. Terutama, ketika Yusuf bin Tasyfin mulai menjauh dari panggung politik. Ali bin Yusuf lebih mementingkan Islam secara formal sehingga banyak orang alim yang menjadi pejabat negara kurang memperhatikan keragaman dan kebudayaannya.
Tak lama kemudian, pemberontakan-pemberontakan mulai bermunculan seperti pada peristiwa Qotonda dan Caleia di Andalusia. Pemberontakan di Andalusia terjadi karena ada kewajiban membayar upeti yang besar bagi warga Yahudi dan Nasrani.
Dinasti Muwahidun (1121-1269 Masehi)
Al Muwahidun adalah sebutan bagi organisasi yang didirikan oleh Muhammad bin Tumart (1077-1130 Masehi), Jama’ah Al Muwahidun yang berorientasi paham “ketuhidan”. Dinasti ini adalah pesaing utama Dinasti Al Murabithun di Maroko setalah Muhammad bin Tumart menabalkan diri sebagai Al Mahdi (Mesiah), Sang Juru Selamat.
Dinasti Muwahidun (1121-1269 Masehi)
Al Muwahidun adalah sebutan organisasi yang didirikan oleh Muhammad bin Tumart (1077-1130 Masehi), Jama’ah Al Muwahidun yang berorientasi paham “ketuhidan”. Dinasti ini adalah pesaing utama Dinasti Al Murabithun di Maroko setalah Muhammad bin Tumart menabalkan diri sebagai Al Mahdi (Mesiah), Sang Juru Selamat.
Suku-bangsa Barber Zaneta yang tersingkir akibat naiknya suku-suku-bangsa yang berhasil disatukan oleh Dinasti Murabithun menjadi kendaraan utama Muhammad bin Tumart dalam menjalankan visi dan misi gerakannya. Jika diorientasikan pada masa sekarang bisa masuk kategori Islam Garis Keras.
Almohad sebutan bagi Al Muwahidun adalah Dinasti Barrber Zaneta yang mematahkan kekuasaan Dinasti Al Murabithun atau Almoravid. Gerakan Almohad cukup efektif sehingga berhasil menguasai hampir seluruh Afrika Utara.
Muhammad bin Tumart dilahirkan pada tahun 1080 Masehi ketika Yusuf bin Tasyifin masih berkuasa. Muhammad lahir dari keluarga fanatik dari suku-bangsa Barber Masmudah.
Pada mulanya, Muhammad bin Tumart
meninggalkan Afrika Utara, merantau ke berbagai negeri-negeri. Ia berguru kepada ulama-ulama garis keras dari kalangan Syiah, Khawarij, dan Mu’tazilah selama 13 tahun.
Pada 1118 Masehi, Muhammad bin Tumart kembali Afrika Utara. Dengan kefasihan berbahasa Arab, ia memprovokasi suku-bangsa Barber Zaneta dengan propaganda “Tauhid” dan “Syariah”. Iapun menentang setiap kegiatan-kegiatan tradisi dan cenderung intoleran. Tak segan-segan, ia turun ke pasar memecahkan bejana-bejana minuman khamar di warung-warung, menghancurkan alat-alat musik, serta memukul orang-orang yang tidak sesuai dalam pandangannya. Ia bertekad untuk memurnikan ajaran Islam di Afrika Utara. Ia beranggapan dalam menegakkan kebenaran serta memberantas kemungkaran harus dilakukan dengan kekerasan. Intensitas gerakannya kemudian luas mendapat dukungan dari suku-suku-bangsa yang anti-Murabithun. Mereka mengklaim hanya golongan Jamaah Al Muwahidun yang tidak menyimpang dari akidah dan Tauhid. Ia beranggapan hanya kelompok mereka yang meng-Esa-kan Allah, sementara kelompok lain sesat dan menyimpang.
Muhammad bin Tumart menggunakan ajaran Syiah ketika menuduh kelompok lain meyimpang dari Tauhid. Ia mengajak Jamaah Al Muwahidun berjihad melawan pemerintahan Al Murabithun.
Dalam melakukan gerakan politiknya, Muhammad bin Tumart menghalalkan berbagai cara karena ia mempelajari berbagai akidah aliran keras yang dimasukinya.
Oleh karena itu, Muhammad bin Tumart mengaku maksum (bersih dari dosa), menghimpun hadis-hadis yang digunakan untuk melegitimasi dirinya, memanfaatkan pengikutnya yang awam untuk melakukan tindakan-tindakan anarkistis, menuduh Dinasti Al Murabithun sebagai pelaku bid’ah dan “mujassimah”, dan terakhir mengangkat dirinya (Muhammad bin Tumart sebagai Imam Mahdi Al Muntazhar (yang ditunggu-tunggu).