Pada prinsipnya, sesuatu yang ditampakkan pasti akan menuai kontroversi, bahkan fitnah. Begitu pula dengan Buya Arrazi Hasyim yang belakangan namanya mulai moncer berkat pengalaman gigihnya dalam mempelajari ilmu dan pengalaman (thariqah). Video-videonya dengan mudah dapat disaksikan di kanal-kanal tertentu. Namun yang perlu digarisbawahi dari Buya Arrazi Hasyim adalah keterbukaannya pada dialog ilmiah sehingga, kebenaran ilmiah yang nisbi itu dapat ditarik kesimpulan tersendiri oleh pembacanya. (Redaksi).
***
Di pertengahan malam begini, saya mau berikan cuplikan sedikit video lama Buya Arrazy saat membahas gurunya Prof Dr KH Ali Mustofa Ya’qub.
Buya Arrazy, yang inti/kesimpulannya: “Kiai Ali Mustofa Ya’qub Bukan Wahabi”.
Ini sengaja saya “share”, sebab ada tukang kipas yang lagi asyik bermain di dua kaki. Saya dan kawan-kawan sudah memetakan isu ini berdasarkan SNA (Social Networking Analysis) dan perangkat monitoring yang biasa kami pakai untuk isu radikal-terorisme. Mereka terbagi ke dalam tiga kelompok.
Pertama, kelompok fundamentalis yang selama ini hujjah-nya dimentahkan Buya Arrazy, tepatnya soal perdebatan akademik Salafi-Wahabi. Mereka 60-an persen mendapatkan amunisi balik dari semburan api dari sesama Aswaja.
Kedua, kelompok yang akrab dengan kajian Tasawuf dan mencoba mengkritik secara akademik. Tapi hitungan jari. Mereka sama sekali tidak menyentuh sisi personal melainkan umumnya perdebatan intelektual di kalangan Nahdliyyin. Ini bagus ditradisikan.
Ketiga, kelompok “tukang kipas”. Kelompok ini banyak dan warna merahnya ngeri-ngeri sedap. Jika dibagi lagi, jika ditarik dari narasi Facebook maupun Twitternya sebelum kemunculan isu ini, memang memiliki “anggapan tidak suka” walau sesama Aswaja-nya. Ada pula yang persoalan “ketenaran dan panggung”—jika dilihat dari “circle” sehari-harinya. Dan tidak kalah pentingnya, ada produsen yang membuat cerita-cerita fiktif seperti pemberitaan soal Buya Arrazy mengatakan gurunya “Tawahhab” dan “setengah Wahabi”.
Pembuatan cerita fiktif ini jika dianalisis dari perkembangan algoritma dengan tujuan agar terjadi reaksi dari sisi internal Buya Arrazy seperti asal studinya, belajarnya, dan kawan-kawannya. Makanya, saya coba menampilkan satu sisi untuk menjawab cerita bohong tersebut dengan video lama Buya Arrazy Hasyim. Agar perdebatan tidak bias.
Saya kembali ke pertanyaan netizen. Apakah saya setuju 100 persen pendapat Buya Arrazy? Tentunya tidak. Jangan jauh-jauh, soal pemetaan gerakan Khilafah saja saya berbeda. Saat itu malah saya silaturrahim untuk diskusi soal ini. Perbedaan karena titik berangkatnya dan pisau analisisnya. Belum lagi yang lain. Clear!
Berikutnya juga. Tukang kipas yang ada pada kelompok ketiga itu, membuat hasil: ada narasi yang mengarahkan agar Buya Arrazy dilaporkan, tepatnya ke kepolisian. Bahkan, ada status yang ketangkap mesin kami di Twitter kemudian dihapus. Saya men-chat dan bertanya, jawabnya: karena ada arahan dari senior si admin untuk menyembunyikan nama orang yang ingin melaporkan dan lainnya.
Kelompok ketiga ini ada beberapa orang, sekitar tujuh orang yang ketangkap mesin kami dalam ber-medsos tidak kenal peta lawan dan jaringan. Pokoknya berbeda darinya, dia hajar terus. Hingga beberapa akunnya terkena “banned” dan tetap terdetek oleh mesin.
Di samping itu, ada tembakan yang dialamatkan ke salah satu guru Buya Arrazy, tapi tembakan yang dibuat untuk sekaligus. Jadi, tembakan yang diolah ke A tapi “segmen”-nya dibentuk agar netizen mengarah ke keduanya. Netizen yang tidak mengetahui peta gerakan narasi ini, akan diajak ke ruangan “hitam-putih”. Makanya, hingga ada yang bersanad pun membuat reaksi kepada Buya Arrazy seperti saya “ngantemi” kelompok radikal-terorisme yang kadang brutal. Sudah masuk kolam dan perangkap yang dibuat.
Saya mengapresiasi para akademisi dan praktisi Tasawuf yang mengkritik di jalan yang tepat: standar akademisi dan argumentatif. Inilah kehebatan Indonesia yang menyimpan SDM yang luar biasa. Bahkan, ada akademisi yang tidak mau ikut tersulut ke wilayah personalnya. Good!
Terakhir. Dari analisis tim kami. Isu ini memang diciptakan untuk panjang. Bahkan, saya berhenti di salah satu analisis: “mematikan karir Buya Arrazy”. Ini saya tidak sebut narasi yang ada dan nama akun-akunnya karena saya kenal orangnya dan dia kenal saya. Biar gak panjang ceritanya. Tapi jadi “noted” saja.
Tetap jaga kewarasan. Jika ada salah, kritik sesuai jalurnya dan sesuai alur. Masa urusan Buya Arrazy begini mau dilapor ke kepolisian, ya mental itu berkas. Gak percaya? Coba saja. Jangan sampai, dari pelapor menjadi terlapor hingga terdakwa. Kan, rugi sendiri nanti?
Tetap banyakin ngopi biar gak kena perangkap “tukang kipas” yah teman-teman. Jangan sampai dulunya bersahabat, kemudian renggang karena satu persoalan. Harus ada orang tua yang menjadi wasit dalam persoalan ini. Semoga dalam waktu dekat ini terwujud. Amin.
Kita doakan. Semua guru-guru kita kuat dalam berdakwah dan menahan gejolak yang mengitari mereka masing-masing. Kekhilafan dan kesalahan menandakan dirinya manusia bukan malaikat.
(Disalin dari akun Facebook “Makmun Rasyid”).