Jika Kaisar Al Fatih Al Utsmani (1432-1481) memiliki seorang guru spiritual Syekh Ahmad bin Ismail Al Kurani (wafat 893 H) ketika menaklukkan kota Konstantinopel, maka Ir. Soekarno (Bung Karno) juga memiliki guru spiritual yang sama, Syekh Kadirun Yahya atau Prof. Dr. Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Khalidi. Kedua syekh tersebut adalah guru tarekat (mursyid) dari barisan “klandestin” Al Naqsyabandiyah.
Sejarawan menyatakan Ustmaniyah adalah satu kekhalifahan (kekaisaran) terbesar dalam sejarah muslim dunia. Hal ini dilihat dari luasan wilayah yang membentang di sebagian daratan Eropa, Asia Tengah, Afrika Utara, hingga Asia Barat dan Selatan. Maka, tidak heran, jika kemudian Kekaisaran Dinasti Ustmaniyah ini mejadi tipikal ideal bagi “kejayaan Islam”.
Di bawah pengaruh Dinasti Kekaisaran Utsmaniyah ini pecah Perang Dunia I pada tanggal 28 Juli 1914 sekaligus menandai kemundurannya setelah melawan balatentara Negara-negara Sekutu yang sekarang merupa menjadi NATO.
Tidak banyak sejarawan yang menulis tentang gerakan klandestin (bawah tanah) yang dilakukan oleh Syekh Ahmad bin Ismail Al Kurani tersebut. Keberhasilan Kaisar Al Fatih dalam menaklukkan Konstantinopel juga sering mengabaikan cerita ini. Sehingga Syekh Ahmad hanya digambarkan sebagai sosok spiritual dengan tanpa gerakan. Padahal, gerakan bawah tanah (telik sandi) yang dilakukan oleh Syekh Ahmad beserta murid-muridnya adalah faktor penentu kemenangan besar sang kaisar.
Kedekatan Syekh Ahmad dengan muridnya, Kaisar Muhammad Al Fatih, tampak terlihat ketika balatentara Utsmaniyah melakukan shalat berjamaah. Syekh Ahmad Al Kurani tepat berada di barisan belakangnya.
Syekh Ahmad bin Ismail Al Kurani adalah ulama ternama Ahlussunah wal Jama’ah. Ia adalah seorang murid dari guru ternama Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalani. Ulama Mujtahid yang karya-karyanya menjadi pegangan pokok di pesantren-pesantren di Indonesia.
Syekh Ahmad adalah seorang salik dari tarekat Al Naqsyabandiyah. Ia melakukan perjalanan jauh dari satu negara ke negara lain guna menuntut ilmu semasa mudanya. Pada 893 Hijriyah, ia tiba di Mesir dan berguru kepada Imam Ibn Hajar.
Kepada Imam Ibn Hajar, Syekh Ahmad mengaji kitab Shahih Bukhari dan Syarh Al Fiyâh Al Irâqî; Zainuddin Al Zarkasy; Syamsuddin Al Syarwani, dan lain-lain.
Semangat belajar dan mengajar Syekh Ahmad sangat luar biasa. Ia menguasai banyak disiplin keilmuan seperti tafsir, hadis, usul fiqih, linguistik, dan lain-lain. Kitab Ghâyah Al Ma’âni fi Tafsîr Al Kalâm Al Rabbânî adalah kitab tafsir yang disusun olehya sebanyak 7 jilid (ditulis selama tujuh tahun).
Dalam dialog yang masyhur diceritakan, Syekh Ahmad bin Ismail Al Kurani telah dibekali sebatang tongkat oleh Sultan Murad II guna mendidik puteranya, Muhammad Al Fatih. “Ayahmu memintaku datang untuk mengajarimu. Jika engkau tidak menurut, maka aku akan memukulmu,” ujar Syekh Ahmad kepada Al Fatih.
Terakhir, kejatuhan Kekaisaran Turki Ustmani setelah bertahun-tahun menjadi besar disebabkan oleh perang panjang yang dikobarkan oleh bala Sekutu (Eropa Barat). Namun, sebagai catatan, Turki sekarang berbeda dengan Turki zaman Kaisar Al Fatih. Karena, Turki zaman sekarang adalah salah satu bagian dari Negara-negara Sekutu yang dulu jadi seteru.
Cirebon, 14 Maret 2022.