Harga kemanusiaan diancam dalam segala lini. Mulai dari perang besar yang tak berkesudahan akibat jual beli senjata, hingga ruang ruang sempit penjaja diri. Oleh karenanya, antara sastra dan kemanusiaan tidak dapat dipisahkan. Keduanya, baik tertulis ke dalam rupa simbol bunyi maupun tidak sudah diajarkan sejak lahir kepada bayi bayi di mayapada. Jadi, dari kata untuk manusia dalam “Ruang Renung Rara” menjadi pilihan untuk memahami hakikat kata dan sastra sebenarnya. Tentu, bukan dalam arti kata dan sastra yang sempit.
Rara Gendis memulai karir sebagai wartawati di berbagai media massa di Ibukota Jakarta. Sebagai anak tentara, ia memiliki keberanian cukup untuk meliput dalam rintangan bahaya.
Menata Hidup Bahagia
Di hari hari yang mulai menjemukan, Rara mulai menata hidup sehat secara mental dan bahagia tentunya. Ada banyak wanita yang produktif tidak bisa bercerita tentang dirinya sendiri. Bahkan, tenggelam dalam kerancuan kerancuan seksualitas. Dari kata untuk manusia dalam “Ruang Renung Rara” menjadi satu tema panjang yang belum bisa dikatakan akhir. Hal tersebut menjadi inspirasinya untuk mendirikan sebuah yayasan bersama teman teman yang sudah menginjak usia senja atau mengisi masa masa pensiun dari pekerjaan rutin. Yayasan tersebut diberi nama Yayasan Bunga Setaman Foundation yang memiliki orientasi sastra dan kemanusiaan. Berangkat dari kata untuk manusia dalam “Ruang Rindu Rara”, ia akan menorehkan banyak cerita yang kaya perspektif. Sebagai impiannya dalam mewujudkan masa senja yang tetap produktif, bahagia, dan berbagi untuk sesama.
Pada awalnya, dari kata untuk manusia dalam “Ruang renung Rara” adalah untuk menyuarakan aktivitas aktivitas yang setiap hari menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia. Di satu sisi, kata bisa menjadi inspirasi, sementara menjadi aksi nyata pada sisi yang lain. Sehingga dapat menjadi rangkaian rangkaian yang berlanjut, terutama pengalaman dalam ruang yang kelak bakal menjadi inspirasi bagi kalangan generasi.
Perempuan Sastra
Wanita inspiratif sedang digagas oleh Rara. Ada banyak perempuan perempuan produktif di bidang sastra misalnya. Namun, masih kalah jumlah kepopuleran mereka daripada sastrawan sastrawan laki laki, dalam banyak objek lukisan dan cerita sering wanita/perempuan hanya sebagai pelengkap saja. Bukan pada perannya sebagai subjek. Padahal, perempuan seperti Nyi Ageng Serang, Tribuwana Tungga dewi, Suhita, maupun Sang Sima adalah deretan wanita/perempuan hebat. Di antara “Ruang renung Rara” adalah sejumput kenangan terhadap kebangkitan sastra wanita/perempuan itu. Ketika wanita/perempuan memiliki peran yang tidak bisa dipandang remeh.