Yang namanya sintesis tentu tidak mengambil semuanya, baik dari Gus Baha yang literatif maupun Gus Muwafiq yang korelatif.
Sosok lelaki murah senyum itu memang pengagum Gus Baha dan Gus Muwafiq. Dua tokoh yang memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Indonesia. Gus Baha yang dikenal memiliki referensi literal cukup baik dan diakui oleh master tafsir Indonesia, Prof. Dr. KH Quraish Shihab. Serta, Gus Muwafiq yang dikenal dekat dengan Allah yarham, Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid, 1940-2009), memiliki segudang pengalaman sejarah di Indonesia. Melalui situs-situs makam bersejarah, Gus Kamid (KH Hamid Khoirul Hidayat) sering melanglang buana menelusuri jejak-jejak sejarah Islam Nusantara.
Gus Kamid lahir dari lingkungan pesantren yang taat. Ayah dan kakeknya adalah pendiri Pondok Pesantren Miftachul Ulum, Pelang Lor, Kabupaten Ngawi. Ia belajar mengaji sejak kecil. Selepas Madrasah Ibtidaiyah, Gus Kamid berangkat mesantren ke Pondok Pesantren Madrasatul Quran (MQ Tebuireng), Jombang. Di Tebuireng ini, Gus Kamid mendapat perlakuan istimewa dari keluarga ndalem. Namun, perlakuan istimewa tersebut tidak membuat dirinya besar kepala. Gus Kamid tekun belajar dan menghapal Al Quran.
Selepas mesantren di MQ Tebuireng, Gus Kamid pulang ke Ngawi dan membantu ayahnya mengajar.
Jiwa muda Gus Kamid masih bergelora. Kedatangan Gus Muwafiq yang sering sowan kepada ayahnya telah menjalin satu kisah yang tak terlupakan. Dari kampung ke kampung, membangun persepsi melalui pengajian-pengajian umum. Kebetulan pula, tugas Gus Muwafiq “mengawal” Gus Dur sedikit mulai berkurang. Gus Kamid pun mendapat pengalaman-pengalaman tidak terduga dalam catatan sepanjang hidupnya.
Ia merekam dengan baik ke dalam lembaran-lembaran sejarah, sesekali mendapat peran pengganti mengisi pengajian bila Gus Muwafiq berhalangan hadir. Meskipun belum sekaliber Gus Muwafiq, setidaknya Gus Kamid sudah mulai mahir menguasai audiens.
Tak berhenti di situ. Gus Kamid benar-benar menulis. Ia tidak ingin sekadar bisa berbicara, tapi benar-benar ingin menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Terutama, tafsir Al Quran. Sosok Gus Baha (KH Bahauddin Nur Salim) adalah figur yang memberi inspirasi baru. Kealiman Gus Baha memacu Gus Kamid membuka-buka tafsir dan sejarah. Kini, di sela-sela waktu menunggu upacara pelepasan masa lajangnya, Gus Kamid telah bersiap membangun komunikasi lebih luas kepada masyarakat. Melalui buku dan ceramah.
Gus Kamid menilai, cara beragama umat Islam di Indonesia sudah tingkat master. Mereka tidak bisa hanya sekadar didoktrin, melainkan harus menjadi teman dialog. Mereka tidak mudah terbakar api oleh propaganda-propaganda yang tidak bertanggung jawab. “Indonesia butuh solusi,” ujarnya, penuh semangat.
Ngawi, 2 Juni 2022.