Obituari
Statemen terakhirnya tentang pesantren muncul dalam salah satu tayangan di televisi swasta, ketika geger santri yang meninggal di Pondok Pesantren Modern Gontor baru baru ini. Dengan konsisten, ia membela kejadian tersebut merupakan musibah, bukan karena pola pendidikan dan pengajaran yang salah di pesantren.
Azyumardi Azra adalah tokoh pendidikan dari Muhammadiyah yang sangat dekat dengan tradisi pesantren, terutama ketika ia menulis disertasinya tentang tradisi santri santri ulama yang mesantren di Malwathiyah, Mekah. Sehingga kajiannya menjadi salah satu rujukan jika berkaitan dengan kebijakan kebijakan pendidikan di Indonesia. Netralitasnya dan objektivitasnya dalam berpendapat dapat sama sama menjadi pegangan, baik bagi kalangan Nadhlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah sendiri.
Tokoh yang lahir di Lubukalung, Pariaman, Sumatera Barat, ini memang sering dimintai pendapat. Tidak saja dalam bidang pendidikan yang menjadi spesialisnya, melainkan dalam sosial-politil-keagamaan secara umum.
Ia menolak kekerasan terjadi, tidak saja di pesantren pesantren, tapi juga di lembaga lembaga lain. Itu pesan terakhirnya yang perlu dicamkan bagi seluruh anak negeri, terutama bagi yang suka membangun stigma negatif terhadap pesantren. Ia juga menolak pencabutan izin operasional pesantren (IJOP) hanya karena kasus seseorang yang tersandung masalah pidana. Baginya, masih ratusan, bahkan ribuan, santri yang masih menggantungkan harapan di pesantren, tempat mereka belajar. Membela hak hak belajar, tentu akan mengingatkan pada orientasi Hadratussyekh KHM Hasyim Asyari ketika menolak aksi mogok massal yang dilakukan masyarakat kepada Jawatan Kereta Api. Dengan pertimbangan, kepentingan umum jauh lebih utama daripada hanya sekadar kepentingan politik sesaat. Masyarakat membutuhkan kepastian, apalagi berkaitan dengan pekerjaan yang dapat menutupi kebutuhan pokok mereka.
Di masa masa yang penuh kesulitan ini, Prof Azyumardi meninggalkan masyarakat Indonesia yang masih memerlukan pendapat pendapatnya, terutama di dalam membela kepentingan dan hajat hidup orang banyak. Keberpihakannya jelas kepada masyarakat sebagaimana statusnya sebagai seorang guru. Dia konsisten berada di depan masyarakat ketika dibutuhkan. Dan, tidak tergiur untuk terjun atau sekadar melakukan manuver politik.
Selamat jalan Prof! Allah Taala akan memberikan tempat yang sangat layak, karena rakyat Indonesia turut menyaksikan ketulusan, keikhlasan, dan kebesaran amal ibadah yang telah dilakukan bagi bangsa ini. Amin.