Jika Anda berkesempatan ke Rusia dan mengaku sebagai orang Indonesia, mereka (suku-bangsa Rusia) akan merangkul Anda seraya berkata, “O, saudara muda.” Akrab. Mereka sangat akrab dengan orang-orang Indonesia. “Indonesia punya sejarah panjang dengan Rusia dan Indonesia juga masih dibutuhkan oleh mereka. Apalagi warga Rusia itu menilai Indonesia adalah saudara muda mereka,” ungkap Arief Setiawan, dosen Universitas Brawijaya, sebagaimana dilansir kompas.com.
Suku-bangsa Rusia beranggapan demikian karena rekam jejak sejarah telah terjalin lama antara Rusia dan Indonesia.
Rusia Pasca-Uni Soviet
Keruntuhan Uni Soviet pada tanggal 25 Desember 1991 telah menyebabkan disorientasi atau kekosongan ideologi. Hal ini berlangsung cukup lama. Kekosongan yang terjadi pada ranah ideologi setelah kegagalan otoritarianisme Komunis ala Lenin-Stalin bisa dianggap karena Perestroika (paham keterbukaan) menjadi sebab utama kemurungan Rusia.
Memang, gelombang Rusia modern pascakekaisaran telah melahirkan banyak ideologi untuk terus maju, terlepas dari kenyataan buruk yang mengelilingi mereka. Namun, era Boris Yeltsin (1931-2007) telah menimbulkan anarki ideologis yang didukung oleh demokrasi Liberal ala Barat sehingga pada ujungnya menemui kegagalan.
Pada posisi kemurungan (melancholy) ini, Vladimir Vladímirovich Pútin (lahir 1952) seakan menemukan momentum setelah melewati masa-masa kekecewaan yang panjang. Dengan kesabaran dan hati yang dingin, muncul Alexandr Dugin (lahir 1962) yang memiliki karakter kurang dikenal untuk mengobati ketidakpuasan sosial-politik dan ekonomi Putin di Rusia.
Masa Depan dan Berkiblat ke Timur
Tingkat popularitas Putin di dunia setelah Rusia melakukan invasi ke Ukraina naik 83 persen. Hal ini bukan saja mengancam dominasi Barat yang telah bercokol lama di dunia sebagai pengusung “The New World Order”. Tatanan Dunia Baru.
Tatanan Dunia Baru tersebut dinilai sudah tidak memiliki rasa keadilan sosial-politik-ekonomi bagi dunia, terutama belahan Timur. Invasi negara-negara Barat terhadap negara-negara Irak, Libya, Suriah, dan Yaman telah menimbulkan rasa kebangsaan terganggu dan kacau balau, terutama gerakan Al Qaeda dan ISIS yang melahirkan terorisme global.
Kegemaran Dugin terhadap mistisisme (corak agama Timur), tradisionalisme, dan yang lebih penting antipatinya terhadap Liberalisme The New World Order yang dipimpin AS membuatnya menjadi guru Brigade Sayap Kanan Baru (The Neo Right Wing Brigade) di Rusia. Dugin sebagaimana dilansir moderndiplomacy-eu.cdn. merasa bertanggung jawab untuk menghidupkan kembali prinsip yang telah dikemukakan oleh Sir Halford John Mackinder (1861-1947) tentang pentingnya geopolitik. Semula, Mackinder tidak memiliki popularitas yang jelas hingga ketenarannya dihidupkan oleh Dugin yang berpegang teguh pada gagasan “Geopolitik” sebagai tesis utama untuk Rusia Pasca-Soviet.
Publikasi Dugin atas karya besarnya pada tahun 1997 yang berjudul The Foundation of Geopolitics muncul dari ide Mackinder. Karya Dugin telah menciptakan brainstorming yang berat bagi kalangan intelektual Rusia. Dengan sendirinya, Dugin dianggap telah membuka jalan bagi dirinya untuk menjadi nabi baru bagi ideologi Sayap Kanan Baru Rusia tersebut. Sebagaimana brainstorming merupakan upaya teknik yang digunakan untuk menemukan solusi terhadap masalah-masalah tertentu dengan mengumpulkan ide-ide secara spontan. Teknik ini dapat memaksimalkan kreativitas kelompok dalam hal menghasilkan ide dan menentukan ide yang paling mungkin berhasil untuk diterapkan.
Kemurungan yang berdampak pada popularitas Rusia pada dasarnya dikaitkan pada bayangan akhir 90-an ketika paraelit Rusia berada dalam posisi ambivalensi mimpi Yeltsin tentang demokrasi Liberal Barat.
Argumentasi dasar yang dinarasikan oleh Dugin dalam “The Foundation of Geopolitics” adalah yang paling menarik. Dia berpendapat: geografi (bukan ekonomi semata) adalah penyebab utama kekuatan dunia, sementara Rusia dengan lokasi fisik intrinsiknya telah memberikan peran global utama. AS digambarkan oleh Dugin sebagai penjahat terbesar yang bertahan dalam “Atlantisisme” di atas benua Eropa.
Dugin berpendapat, kerajaan Eurasia akan dibangun dengan menangkal musuh bersama AS dan nilai-nilai Liberalnya. Dalam pandangan klasiknya, Dugin menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan negara sekutu seperti Iran untuk melawan musuh bersama.
Momentum invasi Rusia terhadap Ukraina telah membelalakkan mata dunia, Barat tak mampu berbuat apapun sehingga Ukraina seolah menjadi korban yang tak berdaya seperti yang dilakukan AS terhadap Irak
Setelah merasa benar-benar berhasil mengecoh Barat, paramenteri luar negeri Rusia dan China bertemu untuk mendiskusikan masa depan Afghanistan, Asia, melawan hegemoni Barat, dan menciptakan Tatanan Dunia Baru dengan judul yang berbeda, Fair World Order.
Sebagaimana diberitakan china-briefing.com, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, terbang ke China untuk terlibat dalam diskusi bersama Menteri Luar Negeri China Wang Yi. Lavrov tiba di Huangshan (dekat Shanghai) lebih awal (Rabu, 30 Maret 2022) dari jadwal semula guna melakukan serangkaian pertemuan, membahas masa depan Afghanistan dan dampak geopolitik dari konflik Ukraina. Pertemuan tersebut memiliki signifikansi geopolitik yang besar dan merupakan bagian dari proses yang akan membentuk kembali geopolitik global.
Cirebon, 3 April 2022.