Setelah Indonesia merdeka, Bung Karno menyatakan bahkan meneriakkan dengan lantang: revolusi belum selesai! Bung Karno benar. Sebab, beliau tidak ingin bangsa Indonesia terlena setelah merdeka. Beliau tidak ingin bangsa ini mengalami ejakulasi dini, yakni merasa puas setelah dapat mengusir penjajah, baik penjajah Belanda maupun Jepang. Bung Karno sadar, kemerdekaan hanyalah permulaan, dan pekerjaan rumah masih sangat banyak yang mesti diselesaikan dengan sungguh sungguh.
Dalam kesempatan ini, kami ingin menyarankan bahwa Revolusi Mental itu sepatutnya dimulai dengan gerakan literasi, yakni membaca, berdiskusi, dan menulis. Kami berangkat dan menimba inspirasi dari proses turunnya Wahyu Al Quran. Dalam surat pertama yang Allah turunkan adalah surah Al ‘Alaq. Lima ayat pertama adalah perintah membaca, Iqra’. Coba pikirkan! Wahyu pertama bukan berisi akidah atau tauhid, bukan pula soal ibadah dan muamalah, melainkan perintah membaca. Ini, kan, dahsyat? Kenapa membaca? Sebab, membaca adalah cara paling cepat dan efektif untuk mendapatkan ilmu. Ambil buku, buka, dan baca dengan konsentrasi. Maka, dapatlah ilmu. Atau, buka handphone android dan carilah opini atau artikel, maka dapatlah ilmu. Apalagi sekarang sudah era digital (Al ‘Ashr Al Raqmi), buku buku dan kitab kitab kuning telah tersedia, tinggal didonlud saja. Meski, ada yang menganggap belajar dari Google kurang berkah, nggak apa apa, kan, masih mending ketimbang tidak membaca sama sekali?
Karena pentingnya kegiatan literasi ini, maka kami menghimbau kepada pemerintah agar ada keberpihakan yang nyata. Artinya, pemerintah harus ikut andil dengan cara, misalnya, mensubsidi kertas untuk menekan biaya operasional pencetakan buku buku. Riset riset di perguruan tinggi dibiayai negara dengan layak, parapelajar diwajibkan membaca buku, lebih bagus lagi ada jam pelajaran antara tiga sampai lima jam dalam seminggu khusus untuk membaca buku, membuat resume dan lebih mantap lagi kalau bisa dipresentasi.
Alhasil, Revolusi Mental haruslah merupa Revolusi Ilmiah, bukan jargon kosong yang indah dan manis di lidah. Revolusi Mental mesti dimulai dari penerapan Wahyu pertama, Iqra’, membaca. Setelah membaca, berdiskusi, dan selanjutnya menulis. Hasil tulisan itu didiskusikan lagi dan lagi, dengan merespons segala saran dan kritikan dari berbagai kalangan, demikian seterusnya. Jika bangsa ini sibuk dengan kegiatan literasi, insya Allah, akan maju dan sejahtera lahir dan batin. Wallahu A’lamu Bisshawaab.
Tabalong, 17 September 2022.